GelitikPolitik.com – Jakarta, Ketua Komisi I DPR RI Meutya Hafid meminta pemerintah membentuk crisis center buntut peretasan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 Surabaya.
Meutya mengatakan layanan di 282 institusi pemerintahan saat ini terdampak peretasan tersebut. Seluruh institusi yang terdampak itu pun harus dipandu untuk memulijkan data mereka, salah satunya melalui crisis center.
“Buat crisis center. Crisis center ini salah satunya selalu meng-update,” kata Meutya dilansir CNNIndonesia.com di Komplek Parlemen, Jakarta, Kamis (27/06).
- Kocok Ulang Kabinet Prabowo
- Rentetan Kejadian Demo Agustus: Ulah yang Memantik Amarah
- Indonesia Summit 2025: Kolaborasi Lintas Generasi untuk Masa Depan Indonesia
- Jual-Beli Kuota Haji
- Ketok Palu Pemisahan Pemilu
Menurut Meutya, crisis center itu juga berfungsi untuk memberikan perkembangan info ke publik prihal penanganan yang dilakukan oleh pemerintah.
“Kami tetap harus mewanti-wanti bahwa perlindungan data itu dinilainya bukan ketika bocor, tapi ketika sudah ada kegagalan perlindungan. Itu kami anggap menjadi ranah perindungan data peribadi,” ujarnya.
Seperti yang diketahui bersama, bahwa hacker telah melumpuhkan Pusat Data Nasional Sementara (PDNS) 2 di Surabaya sejak 20 Juni dengan metode brain chiper ransomware sambil meminta tebusan sebesar US$8 juta. Titik mula kebocoran itu adalah Windows Defender. Akibatnya, layanan 282 instansi pusat dan daerah pengguna PDNS lumpuh, termasuk imigrasi.